Kotagede
Kotagede terletak 10 Km arah tenggara dari Kota Yogyakarta. Di tempat ini kita dapati berbagai macam perhiasan dan interior yang terbuat dari perak. Kota kuno itu adalah bekas ibukota Kerajaan Mataram yang awalnya dibuka oleh Ki Ageng Pemanahan abad 16 M. Kotagede merupakan jembatan yang menghubungkan antara tradisi Hindu - Budha dan Islam, hal itu terlihat pada peninggalan kuno kompleks masjid makam Panembahan Senopati beserta keluarganya.
Sisa-sisa peninggalan Kerajaan Mataram berupa pintu gerbang masuk komplek Makam Kotagede yang berbentuk gapura paduraksa dan pohon beringin tua yang masih tumbuh kokoh sampai sekarang. Bangunan model paduraksa itu telah dikenal sejak masa Majapahit.
Masyarakat Kotagede yang mayoritas beragama Islam dikenal mempunyai etos kerja yang tinggi, mereka berdagang dan membuat kerajinan tangan dari perak. Kemampuan berdagang ini meruapakan warisan turun temurun. Orang Kalang pada masa kejayaan Mataram di Kotagede menjadi konglomerat-konglomerat pribumi yang hebat. Kejayaan Kotagede di masa lampau masih dapat disaksikan hingga sekarang. Ukir-ukiran yang dipahatkan pada kerangka bangunan rumah-rumah orang Kalang menunjukkan kemewahan pada zamannya.
Di makam Kotagede sumere para pepundhen Mataram antara lain : Ki Ageng Pemanahan, Panembahan Senopati, Penembahan Sedo Krapayak, Kanjeng Ratu Kalinyamat, Kanjeng Ratu Retno Dumilah, Nyai Ageng Nis, Panembahan Joyoprono, Nyai Ageng Mataram, Nyai Ageng Pati, Nyai Ageng Juru Mertani dan lain-lain..
Jika pembaca menghendaki informasi lebih lengkap, silahkan membaca buku: Tim Peneliti Lembaga Studi Jawa, Kotagede Pesona dan Dinamika Sejarahnya, (Lembaga Studi Jawa, 1997).
GERBANG MAKAM KOTAGEDE: Inilah gerbang masuk makam Kotagede, di sini nampak perpaduan unsure bangunan Hindu dan Islam. |
MASJID MAKAM KOTAGEDE: Sebagai kerajaan Islam, Mataram memiliki banyak peninggalan masjid kuno, inilah masjid di komplek makam Kotagede yang bangunannya bercorak Jawa. |
RUMAH KALANG: Rumah orang Kalang yang tampak kemegahannya. |
Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri
Pajimatan Imogiri merupakan makam raja-raja Mataram (Surakarta dan Yogyakarta) yang terletak 17 kilometer ke arah selatan dari Kota Yogyakarta melalui Jalan Pramuka - Imogiri. Di kawasan itu bagi warga masyarakat disediakan lapangan parkir yang terletak di sebelah barat gerbang masuk sebelum naik tangga. Sedangkan bagi kerabat istana dan tamu VIP disediakan parkir di bagian atas mendekati makam sehingga tidak perlu meniti tangga. Mitos setempat menyatakan bahwa barang siapa bisa menghitung jumlah tangga secara benar (jumlahnya ada 345 anak tangga) maka cita-citanya akan terkabul. Tata cara memasuki makam di tempat itu sama dengan di Astana Kotagede, dimana setiap pengunjung diharuskan memakai pakaian tradisonil Mataram, pria harus mengenakan pakaian peranakan berupa beskap berwarna hitam atau biru tua bergaris-garis, tanpa memakai keris, atau hanya memakai kain/jarit tanpa baju. Sedangkan bagi wanita harus mengenakan kemben.
Perlu diketahui bahwa selama berziarah pengunjung tidak diperkenankan memakai perhiasan. Bagi para peziarah yang tidak mempersiapkan pakaian dimaksud dari rumah bisa menyewa pada abdi dalem sebelum memasuki komplek makam. Bagi kerabat istana khususnya putra-putri raja ada peraturan tersendiri, pria memakai beskap tanpa keris, puteri dewasa mengenakan kebaya dengan ukel tekuk, sedangkan puteri yang masih kecil memakai sabuk wolo ukel konde.
Menurut buku Riwayat Pasarean Imogiri Mataram, Makam Imogiri memang sejak awal telah disiapkan oleh Sultan Agung dengan susah payah. Diceritakan Sultan Agung yang sakti itu setiap Jumat sholat di Mekkah, dan akhirnya ia merasa tertarik untuk dimakamkan di Mekkah. Namun karena berbagai alasan keinginan tersebut ditolak dengan halus oleh Pejabat Agama di Mekkah, sebagai gantinya ia memperoleh segenggam pasir dari Mekkah. Sultan Agung disarankan untuk melempar pasir tersebut ke tanah Jawa, dimana pasir itu jatuh maka di tempat itulah yang akan menjadi makam Sultan Agung. Pasir tersebut jatuh di Giriloyo, tetapi di sana Pamannya, Gusti Pangeran Juminah (Sultan Cirebon) telah menunggu dan meminta untuk dimakamkan di tempat itu. Sultan Agung marah dan meminta Sultan Cirebon untuk segera meninggal, maka wafatlah ia. Selanjutnya pasir tersebut dilemparkan kembali oleh Sultan Agung dan jatuh di Pegunungan Merak yang kini menjadi makam Imogiri.
Raja-raja Mataram yang dimakamkan di tempat itu antara lain : Sultan Agung Hanyakrakusuma, Sri Ratu Batang, Amangkurat Amral, Amangkurat Mas, Paku Buwana I, Amangkurat Jawi, Paku Buwana II s/d Paku Buwana XI. Sedangkan dari Kasultanan Yogyakarta antara lain : Hamengku Buwana I s/d Hamengku Buwana IX, kecuali HB II yang dimakamkan di Astana Kotagede. (Lihat: Skema Makam Raja-raja Mataram di Imogiri).
MENITI TANGGA: Untuk mencapai makam para Raja Mataram peziarah harus meniti tangga naik sebanyak 345 buah, mereka percaya kalau berhasil menghitung dengan tepat maka permohonan yang disampaikan kepada Raja akan dikabulkan. |
MASJID MAKAM IMOGIRI: Segera setelah masuk ke komplek makam Imogiri peziarah akan menjumpai masjid yang dipakai abdi dalem dan pengunjung untuk sholat. |
GAPURA SUPIT URANG: Merupakan gerbang masuk ke komplek makam, bentuknya menyerupai gapura di Bali, di samping masing-masing kaki tangga menuju ke gapura terdapat pendopo tempat para peziarah menantikan saat gerbang besar dibuka. |
GERBANG KOMPLEK MAKAM RAJA SURAKARTA: Inilah pintu masuk ke komplek Makam raja-raja Kasunanan Surakarta. |
GERBANG KOMPLEK MAKAM RAJA YOGYAKARTA: Inilah pintu masuk ke komplek Makam raja-raja Kasultanan Yogyakarta. |
sumber http//www.tembi.org/mataram
0 komentar:
Posting Komentar