Penyelenggara adalah anggota Javanologi Surabaya, Eddy Bramianto, 45 tahun, yang punya proyek. Dalam benak Eddy, proyek untuk mengenang kebesaran Majapahit berupa "Taman Wisata Budaya Majapahit". Ide, kata Eddy, turun dari sebuah wangsit sekitar 1979. "Saya menerima wangsit itu di petilasan seorang raja Majapahit," kata pengusaha keturunan Cina ini pada TEMPO. Ia segera merumuskannya dalam bentuk proposal proyek setelah bergabung dengan lembaga Javanologi Surabaya. Proyek itu dimaksudkan untuk "meningkatkan kewisataan dengan orientasi kebudayaan". Alasannya, kata Eddy ketika mengantar rombongan bekas Menteri P & K Daoed Joesoef meninjau lokasi pekan lalu, selama ini Jawa Timur cuma berstatus sebagai tempat lewat para pelancong. Dengan adanya "kota Majapahit"itu, mungkin jumlah wisatawan bisa naik.
Para pemrakarsa, sebelum menuangkan gagasannya, telah sowan dan minta petunjuk Irjenbang Sudjono Humardani (almarhum). Yayasan juga mengadakan konsultasi dengan Menteri Kehutanan Soedjarwo. "Pada prinsipnya beliau merestui pembangunan proyek raksasa itu sekaligus memberikan pengarahan," kata R. Soemantojo, sekretaris yayasan. Biaya akan diusahakan dipikul bersama di kalangan swasta. Tapi tidak ditutup kemungkinan bantuan dari pemerintah.
Yayasan telah mulai mengadakan riset sejarah untuk mendapatkan gambaran yang benar mengenai Majapahit. Inti obyek wisata itu berupa model "masyarakat ningrat" dan kawulo cilik zaman Majapahit. Bentuk bangunan yang dirancang adalah Keraton Majapahit. Dalam kompleks keraton itu akan dibangun pula lingkungan masyarakat ningrat. Di luar tempat permukiman ningrat, akan dibangun Majapahit Village. Kawasan ini menggambarkan perkampungan di sekitar keraton yang dihuni rakyat kecil. Menurut rencana, kompleks keraton akan dibangun di daerah hutan jati Lebak Jabung -- tempat ditemukan dua situs peninggalan Majapahit -- di Kabupaten Mojokerto. Sedang perkampungan rakyat kecil akan di bangun di luar kawasan Lebak Jabung. Di sini, akan disiapkan berbagai fasilitas wisata seperti hotel berbintang dan pusat industri kecil untuk kerajinan dan agroturis. Kompleks keraton direncanakan akan memakan 70 hektar. Di kawasan ini dibangun model keraton, tempat pergelaran seni dan budaya, pusat riset dan workshop sejarah dan budaya, serta fasilitas akomodasi wisata dalam jumlah terbatas. Sedang lingkar luar, Majapahit Village, meliputi dua desa yaitu Lebak Jabung dan Jatirejo. Trowulan sebagai tempat peninggalan sejarah dan situs purbakala akan dipugar dan dikembangkan.
Menanggapi rencana itu, Daoed Joesoef dalam ceramahnya di Trawas pekan lalu membandingkannya dengan pemugaran Borobudur. "Borobudur dipugar secara murni. Tidak memperhitungkan soal pariwisata," katanya. "Lain dengan proyek ini yang juga memperhitungkan segi pariwisata." Agaknya pemerintah setempat merasa tidak keberatan dengan proyek ini. Untuk pelaksanaan, yayasan membentuk Tim Pelestarian Budaya Majapahit. Pertemuan pertama, Februari lalu, dipimpin langsung Bupati Mojokerto Koento Soetedjo, dihadiri beberapa pejabatnya seperti kepala agraria, Ketua Bappeda, dan pejabat Dinas Pengembangan Pariwisata Ja-Tim. Anggota tim seluruhnya 17 orang.
"Yang lebih penting adalah bagaimana membangun kembali semangat Majapahit," kata Koento Soetedjo. Di lapangan memang belum ada gerakan. Karenanya, beberapa pejabat yang tidak terlibat langsung mengaku tak tahumenahu dengan proyek Eddy. "Belum ada kabar yang sampai pada saya," kata Trimarjono Wagub Ja-Tim."
0 komentar:
Posting Komentar